06 Februari 2009

Potret (Buram) DPR RI 2004-2009

Pada tahun 2004 silam, para pakar tata negara dan politikus bisa membusungkan dada mengingat diadakannya amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sempat menimbulkan pro dan kontra. Diamandemennya UUD ’45 dianggap sebagai langkah maju yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia terutama menjadi nilai plus bagi anggota legislatif. Keberhasilan amandemen tersebut setidaknya dapat dilihat dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi, diperluasnya peran DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dll.

Namun akhir-akhir ini, berbagai kalangan menilai bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2004-2009 dinilai berada pada kondisi terburuk dibandingkan periode-periode sebelumnya. DPR dinilai bukan lagi sebagai penyambung aspirasi rakyat untuk disampaikan kepada eksekutif, melainkan hanya sebagai gedung tempat mencari uang, penuh dengan debat-debat yang orientasinya pada kepentingan pribadi atau golongan bahkan sebentar lagi mungkin akan menjadi televisi kedua (soalnya banyak artisnya sih). Memang tidak semua anggota DPR yang berbuat seperti itu, tapi pada kenyataannya satu dua kasus yang menerpa anggota DPR baik kasus korupsi, pelecehan dll tidak membuat jerah anggota lain dan mereka seakan acuh tak acuh. Beberapa poin penting yang memperburuk citra DPR bisa dipersingkat dengan penjelasan dibawah ini:

Korupsi; Pimpinan DPR dinilai tidak tanggap dalam menghadapi keinginan masyarakat akan lembaga perwakilan yang bersih dari korupsi. Maraknya kasus-kasus korupsi yang terungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru terjadi dan dilakukan oleh anggota DPR periode 2004-2009. Kasus suap-menyuap alih fungsi hutan yang menyeret mantan Ketua Komisi Yusuf Faisal dan beberapa anggota komisinya seperti Amin Nasution. Kasus Bulyan Royan dalam suap-menyuap pengadaan kapal adalah peristiwa yang benar-benar menampar muka DPR. Hal ini mungkin juga ada kaitannya dengan pimpinan DPR yang tidak bisa melakukan perubahan pada sistem rapat dalam pembuatan UU maupun penentuan anggaran. Pembahasan UU dan anggaran di DPR sering dilakukan secara tertutup dan tidak transparan. Sehingga memunculkan kecurigaan dari masyarakat. Banyak UU yang akhirnya dibuat tidak berpihak pada rakyat. Mungkin ada benarnya juga perkataan para militan PMII di warkop-warkop intelektual, bahwa pengusaha lebih berkuasa dari pada penguasa. Perkatan itu diamini oleh salah satu Dosen UB yang juga aktiv di gedung DPR, yang menyatakan banyaknya negosiasi dan kongkalikong yang dilakukan oleh pengusaha kepada para legislatif sebelum mengesahkan suatu peraturan. Dan itu terbukti dengan banyaknya UU yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ketika ada masyarakat yang melakukan uji materi.

Kemandulan Ide; Direktur IPC Sulastio menyatakan, DPR periode 2004-2009 pun sangat rendah dalam produk legislasinya. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2004-2009 mewajibkan DPR menyelesaikan 284 UU yang sangat dibutuhkan masyarakat, tapi saat ini baru diselesaikan 120 UU. Ini artinya, produktifitas DPR hanya 30 UU per tahun. Padahal DPR periode sebelumnya, bisa menyelesaikan lebih dari 100 UU per tahunnya. DPR periode 2004-2009 justru lebih banyak melakukan fungsi yang hanya menguntungkan anggotanya. Buktinya adalah naiknya berbagai tunjangan anggota Dewan setiap tahunnya, makin seringnya frekuensi ke luar negeri, dan ditingkatkannya biaya legislasi. Tapi itu pun tetap saja tidak menambah produktifitas anggota DPR. Semua itu diberikan tidak berdasarkan prestasi tapi demi keuntungan individu-individu. DPR, kini lebih senang melakukan fungsi sampingan berupa uji kelayakan dan kepatutan yang kini terkuak ternyata banyak uang mengalir dalam prosesnya. Terbukti dari adanya pengakuan Agus Condro bahwa ada aliran dana Rp 500 juta per orang untuk memuluskan terpilihnya Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Salah satu kesenangan DPR lainnya adalah membuat UU pemekaran wilayah sebagaimana yang diungkapkan oleh salah seorang pengamat yakni sulistio. Padahal pemekaran wilayah itu hanya diinginkan oleh elite setempat saja, bukan keinginan masyarakat. Tapi, banyak UU pemekaran disetujui karena diduga ada uang yang mengalir. Itu mengapa masyarakat menilai DPR sekarang itu busuk.

Selain itu, ada juga beberapa anggota DPR yang terlibat dalam pelecehan seksual. Sebut saja Max Moein yang memiliki hubungan mesra dengan mantan sekretarisnya, atau hebohnya hubungan gelap Yahya Zaini dengan penyanyi medioker macam maria eva. Contoh kasus tersebut jelas menjadi tamparan yang telak bagi anggota DPR. Terutama mengenai moralitas anggota DPR. Saya teringat dengan potongan bait dari Iwan Fals

Urus saja moralmu... urus saja akhlakmu... peraturan yang bersih yang kami mau...”

Buruknya penilaian terhadap DPR itu terungkap dari hasil survei yang dilakukan oleh Center For The Study Of Development And Democracy (CESDA) dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Survei dilakukan di 10 kota di Indonesia (3 di Jawa dan 7 diluar Jawa). Masyarakat yang dimintai pendapat adalah masyarakat kota yang memiliki telepon dan memiliki pendidikan minimal SLTA. Buruknya kinerja dinilai dari prioritas kepentingan yang diperjuangkan anggota DPR. Sebanyak 1.250 responden yang dimintai pendapat, 51 persen menyatakan anggota DPR RI lebih mendahulukan kepentingan partai. Bahkan 33 persen mengatakan anggota DPR lebih mementingkan kepentingan pribadi. Hanya 13 persen yang mengatakan anggota DPR lebih mendahulukan kepentingan rakyat. Selebihnya menjawab tidak tahu.

Karena kinerja DPR dinilai kurang baik, masyarakat banyak yang mengusulkan ada lembaga pengawas kinerja DPR. Kelompok universitas, LSM dan media massa juga diharapkan menjadi pengawas yang baik untuk kinerja DPR. Selain itu gaji yang diterima para anggota DPR sebesar sekitar Rp. 14 juta (itu baru gaji pokok, belum ceperannya) dianggap terlalu besar jika dibandingkan dengan kinerjanya.

Salah seorang pengamat politik Laode Ida mengatakan, buruknya penilaian masyarakat terhadap DPR karena tidak ada semacam kontrak sosial. Dia menambahkan selama ini DPR hanya menilai bahwa banyaknya UU yang diterbitkan dan banyak pengawasan terhadap pemerintah dianggap anggota DPR menjadi sebuah keberhasilan. Padahal, masyarakat menghendaki lain. Tidak kuantitas namun hal-hal yang lebih menyentuh masyarakat. Laode juga menganggap bahwa pengawas DPR sangat dibutuhkan. Selama ini, sudah ada LSM yang memberikan pengawasan terhadap DPR. Hanya saja, DPR masih saja power full tanpa memperdulikan masukan masyarakat. "Kinerja DPR perlu diawasi, dan bukan lembaga dari pemerintah," ungkapnya. Namun, perlu adanya indepedensi yang benar-benar bersih dari LSM tersebut. Karena dikhawatirkan akan ditunggangi oleh oknum-oknum yang mempunyai kepentingan.

UU-BHP

Pro-kontra soal pengesahan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan masih terus berlangsung. Persoalan pendanaan pendidikan tetap menjadi kekhawatiran utama karena akan muncul persaingan di antara perguruan tinggi sehingga dana pemerintah akan semakin sulit didapat. Sementara, pemberlakuan Undang Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang mengatur hingga ke tata organisasi dinilai berpotensi mengkooptasi kegiatan akademis di kampus.

Muchlis Luddin, pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta dalam diskusi panel ”Otonomi Kampus dan Peluang Perbaikan Bangsa” yang diadakan Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) Universitas Padjadjaran di Bandung menegaskan, UU BHP pada implementasinya memicu persaingan tinggi di antara lembaga pendidikan. Akibatnya, dana hibah dari pemerintah akan kian sulit didapat. ”Kampus tidak lagi jadi benteng peradaban. Padahal, lewat lembaga pendidikan lah peradaban dan nasib bangsa ini ke depan dipertaruhkan,” ungkap Muchlis. Jadi, tidak mungkin campur tangan pemerintah dapat dihilangkan sepenuhnya. Wakil Ketua Majelis Wali Amanah ITB Rizal Tamin mengungkapkan kekhawatiran serupa. Sementara Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan khawatir mutu pendidikan merosot seiring meningkatnya biaya pendidikan.

Dan hemat saya, UU BHP hanya merupakan upaya pemerintah untuk lepas tangan dalam masalah pendidikan yang sampai kini banyak dijadikan sebagai ladang bisnis. Dalam diskusi di PMII Cabang Kota Malang dihasilkan beberapa poin pembacaan terkait UU BHP ini, antara lain:

a. Dalam pengaturan biaya yang menentukan 2/3 dari pemerintah dan kampus, rawan dipolitisir. Mengingat kampus sulit untuk memiliki biaya sendiri kecuali dengan jalan pintas yang dianggap pantas, yakni menaikkan SPP.

b. UU BHP merupakan pembodohan yang tersistem.

Kita lihat saja nanti bagaimana keadaan kampus kita setelah diberlakukannya BHP. Mari kita kawal bersama dan kita kritisi se-radikal mungkin!


Refleksi Hari Kemerdekaan RI

Selamat Malam Sahabat-Sahabat….

Selamat Malam Indonesia……

Tentunya setiap tanggal 17 Agustus, kita selalu mengingat dan mengenangnya bahkan memperingatinya. Baik di sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi. Di instansi-instansi pemerintahan diadakan upacara pula. Banyak perlombaan yang diadakan demi memeriahkan hari itu, mulai di daerah perkotaan hingga ke kampung-kampung. Semua itu dengan satu tujuan, yakni untuk mengenang perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan dari jajahan belanda dan sekutunya.

Tapi mungkin, para pahlawan melihat apa yang kita lakukan pada hari peringatan kemerdekaan itu dengan senyuman ambigu. Ada dua kemungkinan makna dari senyuman beliau: Pertama, mereka senang karena penerusnya masih mengingat dan bangga dengan perjuangan para pahlawan ketika merebut kemerdekaan. Kedua (dan ini yang mungkin paling dominan), mereka kecewa karena sampai sekarang, Negara Indonesia belum mampu menjadi Negara yang merdeka sepenuhnya (merdeka 100%), bahkan mendekatinya pun belum.

Indikasi dari belum merdekanya Negara kita hari ini, bisa dilihat dari beberapa aspek. Diantaranya:

  1. Penjajahan oleh warga negara sendiri; artinya Indonesia yang belum bisa mewujudkan merdeka 100%, dewasa ini, masih diterpa dengan perlakuan para birokrat bejat. Yang hanya menjabat untuk menyalurkan aspirasinya sendiri. DPR bukan lagi sebagai tangan panjang dari rakyat, melainkan kebanyakan dari anggota DPR yang tangan panjang (baca:korupsi). Pengadilan bukan lagi sebagai pelindung hukum bagi masyarakat, tapi sebagai sosok yang merusak hukum dengan cara "menegakkan" hukum. Bahkan kini, banyak dari penguasa yang takut dengan pengusaha. Contoh kongkritnya ketika ada Pilkada, dana pilkada mereka (para calon) dibiayai oleh pengusaha, dengan konsekuensi, setelah mereka menang (menjabat) mereka harus lebih berpihak kepada mereka dan menyingkirkan rakyat kecil seperti kita.

  2. Tekanan dari luar. Suatu Negara bisa dikatakan merdeka 100% jika dia diakui oleh Negara lain dan kedaulatannya dihormati. Artinya tidak ada campur tangan asing dalam hal kepemerintahan Negara tertentu. Karena jika ada Negara asing yang menyebarkan pengaruhnya ke suatu Negara, baik berbentuk virus ideology, budaya, militer dll, maka Negara itu akan terkurung kebebasannya dan tidak bisa membuat kebijakan sendiri.

  3. Industri Nasional yang amburadul. Hari ini, hampir 80% dari saham perusahaa-perusahaan di Indonesia, terutama bidang pertambangan dimiliki oleh pihak asing. Parahnya, banyak dari perusahaan yang notabene merupakan tambang kekayaan bumi pertiwi telah dijajah oleh Negara asing (terutama Amerika Serikat). Sebut saja seperti Blok Cepu, Freeport. Yang mana, jika penghasilan bersih dari kedua perusahaan itu dikuasai oleh kita, maka hutang Indonesia akan bisa terlunasi dengan jangka waktu yang singkat (kurang dari 3 tahun). Semestinya, Negara kita sebagai pemilik asli SDA tersebut tidak memberikan peran besar kepada pihak asing. Tetapi menjadikannya sebagai kekuatan untuk memakmurkan rakyatnya sendiri. Bukan memakmurkan masyarakat borjuis yang ada di Inggris, Amerika dan Negara-negara kapitalis lainnya.

Haruskah keadaan seperti paparan diatas akan terus berlangsung dengan harmonis?! Kalau begitu, Indonesia tidak akan pernah merdeka selama-lamanya…Innalillah

Mari kita kepalkan tangan untuk melawan segala penindasan, penyiksaan dan penjajahan terhadap bangsa kita ini. Mulailah dari ruang lingkup kecil.

Kita harus merdeka kapanpun dan dimanapun kita berada. Di rumah, di masyarakat atau bahkan di kampus. Jangan pernah mau dijajah oleh orang-orang yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Semoga kita bisa mewujudkan itu semua, minimal di tengah-tengah kampus yang mungkin kita cintai ini.

Selamat malam sahabat, semoga fajar segera tiba membawa perubahan…..

Menuju Indonesia merdeka 100!!!

Merdeka 100%

Selamat Malam Sahabat-Sahabat….

Selamat Malam Indonesia……

Tentunya setiap tanggal 17 Agustus, kita selalu mengingat dan mengenangnya bahkan memperingatinya. Baik di sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi. Di instansi-instansi pemerintahan diadakan upacara pula. Banyak perlombaan yang diadakan demi memeriahkan hari itu, mulai di daerah perkotaan hingga ke kampung-kampung. Semua itu dengan satu tujuan, yakni untuk mengenang perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan dari jajahan belanda dan sekutunya.

Tapi mungkin, para pahlawan melihat apa yang kita lakukan pada hari peringatan kemerdekaan itu dengan senyuman ambigu. Ada dua kemungkinan makna dari senyuman beliau: Pertama, mereka senang karena penerusnya masih mengingat dan bangga dengan perjuangan para pahlawan ketika merebut kemerdekaan. Kedua (dan ini yang mungkin paling dominan), mereka kecewa karena sampai sekarang, Negara Indonesia belum mampu menjadi Negara yang merdeka sepenuhnya (merdeka 100%), bahkan mendekatinya pun belum.

Indikasi dari belum merdekanya Negara kita hari ini, bisa dilihat dari beberapa aspek. Diantaranya:

  1. Penjajahan oleh warga negara sendiri; artinya Indonesia yang belum bisa mewujudkan merdeka 100%, dewasa ini, masih diterpa dengan perlakuan para birokrat bejat. Yang hanya menjabat untuk menyalurkan aspirasinya sendiri. DPR bukan lagi sebagai tangan panjang dari rakyat, melainkan kebanyakan dari anggota DPR yang tangan panjang (baca:korupsi). Pengadilan bukan lagi sebagai pelindung hukum bagi masyarakat, tapi sebagai sosok yang merusak hukum dengan cara "menegakkan" hukum. Bahkan kini, banyak dari penguasa yang takut dengan pengusaha. Contoh kongkritnya ketika ada Pilkada, dana pilkada mereka (para calon) dibiayai oleh pengusaha, dengan konsekuensi, setelah mereka menang (menjabat) mereka harus lebih berpihak kepada mereka dan menyingkirkan rakyat kecil seperti kita.

  2. Tekanan dari luar. Suatu Negara bisa dikatakan merdeka 100% jika dia diakui oleh Negara lain dan kedaulatannya dihormati. Artinya tidak ada campur tangan asing dalam hal kepemerintahan Negara tertentu. Karena jika ada Negara asing yang menyebarkan pengaruhnya ke suatu Negara, baik berbentuk virus ideology, budaya, militer dll, maka Negara itu akan terkurung kebebasannya dan tidak bisa membuat kebijakan sendiri.

  3. Industri Nasional yang amburadul. Hari ini, hampir 80% dari saham perusahaa-perusahaan di Indonesia, terutama bidang pertambangan dimiliki oleh pihak asing. Parahnya, banyak dari perusahaan yang notabene merupakan tambang kekayaan bumi pertiwi telah dijajah oleh Negara asing (terutama Amerika Serikat). Sebut saja seperti Blok Cepu, Freeport. Yang mana, jika penghasilan bersih dari kedua perusahaan itu dikuasai oleh kita, maka hutang Indonesia akan bisa terlunasi dengan jangka waktu yang singkat (kurang dari 3 tahun). Semestinya, Negara kita sebagai pemilik asli SDA tersebut tidak memberikan peran besar kepada pihak asing. Tetapi menjadikannya sebagai kekuatan untuk memakmurkan rakyatnya sendiri. Bukan memakmurkan masyarakat borjuis yang ada di Inggris, Amerika dan Negara-negara kapitalis lainnya.

Haruskah keadaan seperti paparan diatas akan terus berlangsung dengan harmonis?! Kalau begitu, Indonesia tidak akan pernah merdeka selama-lamanya…Innalillah

Mari kita kepalkan tangan untuk melawan segala penindasan, penyiksaan dan penjajahan terhadap bangsa kita ini. Mulailah dari ruang lingkup kecil.

Kita harus merdeka kapanpun dan dimanapun kita berada. Di rumah, di masyarakat atau bahkan di kampus. Jangan pernah mau dijajah oleh orang-orang yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Semoga kita bisa mewujudkan itu semua, minimal di tengah-tengah kampus yang mungkin kita cintai ini.

Selamat malam sahabat, semoga fajar segera tiba membawa perubahan…..

Menuju Indonesia merdeka 100!!!