16 September 2011

Moralitas Arab Pra Turunnya Al-Qur'an

Moralitas Arab Pra Turunnya Al-Qur'an

oleh Hasbil Ma'ani pada 04 Mei 2010 jam 16:06
a.Moral
Perkataan Moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Moral berarti ajaran baik-buruk yang diterima oleh masyarakat umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak baik1. Menurut Immanuel Kant, moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.
Sedangkan jenis-jenis moral itu sendiri, antara lain: (1) moral realism (moral berdasarkan kondisi yang nyata/realitas); (2) moral luck (moral yang dipengaruhi oleh faktor keberuntungan), (3) moral relativitism (moral yang bersifat relatif), (4) moral rational (moral berdasarkan penggunaan akal sehat atau prosedur rasional), (5) moral scepticism (moral yang menunjukkan sikap ragu-ragu karena tidak memberikan penilaian berdasarkan pengetahun), dan (6) moral personhood (moral yang ditentukan berdasarkan kesadaran, perasaan dan tindakan pribadi atau merupakan bagian dari moral masyarakat. Moral masyarakat menyangkut semua yang memerlukan pertimbangan moral dalam hal-hak dan kewajiban).

b.Bangsa Arab
Biasanya, dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa arab pra Islam, orang membatasi pembicaraannya hanya pada jazirah arab, padahal bangsa arab juga menduduki daerah-daerah di sekitar jazirah arab. Hal itu dikarenakan kebanyakan bangsa arab bermukim di jazirah arab2.
Pengertian Jazirah dalam bahasa Arab adalah pulau, jadi "Jazirah Arab" berarti "Pulau Arab". Oleh bangsa Arab tanah air mereka disebut jazirah. Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab itu "Shibhul jazirah" yang dalam bahasa Indonesia berarti "Semenanjung". Kalau kita perhatikan secara seksama, kelihatanlah bahwa Jazirah Arab itu berbentuk empat persegi panjang, yang sisi-sisinya tiada sejajar.
Secara geografis, di sebelah barat jazirah arab berbatasan dengan Laut Merah, disebelah selatan dengan Lautan Hindia, di sebelah timur dengan Teluk Arab (dahulu namanya Teluk Persia) dan di sebelah utara dengan Gurun Irak dan Gurun Syam (Gurun Siria), yang panjangnya 1000 Km lebih, dan lebarnya kira-kira 1000 Km3.
Keadaan geografis arab bisa disederhanakan dengan daerah yang memiliki gurun atau padang pasir terluas di dunia dan tentunya panas serta keras. Panasnya gurun, membuat orang jarang memimpikan untuk hidup di jazirah arab bahkan oleh penjajah sekalipun. Namun dari hal tersebut, muncul sisi positifnya, yaitu segala aspek kehidupannya bisa dijamin kemurniannya. Baik bahasa, budaya ataupun sisi kehidupan lainnya.
Selain itu, Bangsa Arab sebelum Islam lebih dikenal sebagai kaum jahiliyyah. Jahiliyyah (Bodoh) dalam hal ini, tidak bisa kita artikan hanya dari segi tekstualnya tapi lebih erat dengan makna kontekstualnya. Kebodohan bangsa arab ini karena peradabannya tertinggal dari bangsa-bangsa lain di zamannya. Adanya hukum rimba, kebiadaban moral, sukuisme yang kental dan lain sebagainya merupak suatu bukti kebodohan bangsa Arab. Jadi, kebodohan itu lebih ditekankan kepada kondisi moral dari bangsa Arab.

B.Aspek-aspek pembentuk moral bangsa arab
a.Kepercayaan
Bangsa Arab sangat memegang teguh ajaran-ajaran nenek moyang mereka. Terutama dalam hal ritual yang bersifat mistis. Kebanyakan dari penduduk masyarakat arab beragama anemisme, meskipun terdapat pula agama-agama lain seperti yahudi (terutama di Yatsrib), nasrani atau masehi (agama nabi Isa) dll. Dan bangsa arab juga sangat kuat dan agresif dalam mempertahankan kepercayaan mereka. Hal itu telah terbukti dengan sulitnya Islam untuk bisa memasuki kepercayan mereka, bahkan mereka menyiksa siapa saja yang berani memeluk Islam. Oleh karena itulah, Allah tidak langsung menyeru Muhammad untuk syi’ar secara terang-terangan, tetapi dengan sembunyi-sembunyi terlebih dahulu.
Pusat peribadatan mereka adalah Ka’bah di Mekkah yang dipenuhi dengan berbagai macam bentuk dan jenis berhala. Hubal, dewa atau berhala terpenting bagi mereka juga ditempatkan di Ka’bah. Namun pada hakikatnya, bangsa arab mengetahui bahwa berhala-berhala itu hanya sebagai perantara kepada Tuhan. Disamping itu, banyak lagi berhala-berhala yang lain, seperti Al Lata (berhala yang paling tua), Al ‘Uzza (derajatnya sesudah Hubal) dan Manah (dimuliakan penduduk Yatsrib)4.
Konsekuensi dari agresifnya mereka mempertahankan kepercayaan mereka ini, memberi imbas pula terhadap agama-agama lain seperti masehi dan yahudi. Penganut agama tersebut dikucilkan bahkan kadang kala disiksa oleh mereka.
Bangsa arab juga mempunyai pagan yang telah terkonsep dalam Murawwiah (kebajikan-kebajikan yang utama), yang meliputi:
a.Keberanian,. Orang Arab dituntut untuk memiliki sifat berani. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan diri mereka dari segala ancaman musuh-musuh mereka, dan untuk membela kaum atau suku mereka.
b.Kedermawanan,. Salah satu tolok ukur ketinggian martabat seseorang dalam bangsa arab adalah jiwa kedermawanannya, sekalipun kedermawanan itu hanya untuk membanggakan diri diantara pemuka-pemuka suku.
c.Memegang janji,. Kebajikan memegang janji memanifestasikan dirinya dalam kerelaan untuk mengorbankan nyawa tanpa pamrih demi membela sesama anggota suku, karena ia terikat janji dan kehormatan untuk melakukan hal tersebut. Seperti kasus pembelaan Abu Thalib kepada keponakannya, Muhammda SAW5.
d.Balas dendam,. Balas dendam juga menjadi ciri khas bangsa arab. Setiap mereka disakiti atau anggota suku mereka dibunuh oleh seseorang dari suku lain, maka mereka pasti akan membalasnya dengan setimpal bahkan lebih. Meskipun anggota suku mereka sendiri yang salah. Durayd ibn simmah, seorang penyair pra Islam memperlihatkan hal ini dalam salah satu bait sya’irnya:
Ketika mereka menolak saranku, aku tetap berpihak kepada mereka sekalipun dengan sepenuhnya mengetahui
bahwa aku berada dalam kekeliruan yang nyata ketika meninggalkan jalan yang tepat.
Aku hanyalah anggota (suku) Gaziyah. Jika mereka menempuh jalan yang keliru,
Maka aku harus melakukan hal senada, sama seperti aku mengikuti mereka ketika mereka memilih jalan benar6.
Selain itu, ada sebuah kepercayaan semacam pagan bangsa Arab yang benar-benar diyakini mereka yaitu, bahwa “Kehidupan hanya ada di dunia ini. Maka kita jangan sampai menyia-nyiakan waktu untuk menikmati kehidupan di dunia”. Akibatnya, kehidupan mereka cenderung hedonis. Karena mereka menganggap akhirat itu hanya fiktif dan tidak benar adanya.

b.Perekonomian
Aspek perekonomian sangat berpengaruh bagi kehidupan sosial dan menjadi konstruk moral masyarakat Arab jahiliyyah. Perdagangan bagi orang arab, selain peternakan, menjadi tempat bergantung hidup. Sistem perdagangan di Arab ini cukup unik, karena mereka pelaku ekonomi, menggantungkan barang-barang mereka kepada para kafilah-kafilah dari suku-suku mereka. Kafilah-kafilah ini biasanya pergi ke selatan di musim dingin dan ke utara di musim panas. Bahkan kejadian ini dikutip dalam Al-qur’an surat Al-Quraisy ayat 2: artinya: "kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.”

Apabila terjadi penjarahan terhadap kafilah-kafilah tersebut atau bencana lain yang menimpanya, akan menjadi pukulan berat bagi penduduk kota tersebut. Salah satu kaum yang terjamin keselamatannya dari penjarahan tersebut, yakni kaum Quraisy. Empat bersaudara anggota suku quraisy dari keluarga abdul Manaf, yaitu Hasyim, Al-Mutthalib, Abdus Syam dan Naufal telah memperoleh jaminan keamanan dari penguasa Bizantium, Persia, Abisinia dan Himyari. Supremasi kaum Quraisy ini karena mereka dipandang sebagai suku suci yang berdiam dan sebagai penjaga Ka’bah beserta berhalanya.
Dalam prakteknya, perniagaan bangsa arab sangat tidak etis. Karena banyak terjadi kecurangan-kecurangan dalam takar-menakar, timbang-menimbang serta praktek riba. Fenomena ini telah menjadi hal yang umum di kalangan masyarak Mekkah dan Madinah. Praktek ekonomi yang tidak etis ini, memperlebar jurang pemisah orang miskin dengan orang kaya. Orang-orang sewaan dan praktek neraka perbudakan menjadi konsekuensi yang riil dari efek kesenjangan sosial tersebut.
Segala seluk beluk dari praktek ekonomi bangsa arab ini banyak yang disinggung dalam Al-Qur’an. Bahkan istilah-istilah arab dalam perjalanan ekonominya, juga banyak digunakan dalam redaksi Al-Qur’an. Seperti:
a.Kata Hisab, suatu istilah yang sering dipakai untuk menghitung untung rugi, terdapat dalam A;-Qur’an sebagai salah satu nama bagi hari kiamat (yaumul hisab), suatu perhitungan terhadap amal perbuatan manusia.
b.Kata Isytara, suatu istilah yang dipakai bangsa arab yang berarti membarter, juga terdapat dalam Al-Qur’an 9:11:
“Sesungguhnya Tuhan telah membarter dari orang-orang beriman, diri dan harta mereka dengan memberikan surga kepada mereka...”

c.Sukuisme
Pada mulanya, individu-individu dari bangsa Arab hanya terikat dan bertanggung jawab terhadap keluarganya saja. Namun berkembang menjadi bani, kemudian sampai kepada sesama ras (suku atau kaum) karena adanya kepentingan atau tujuan tertentu. Paham kesukuan mereka sangat erat dan terkesan keterlaluan. Pembelaan-pembalaan yang dilakukan suatu suku atas sukunya terlalu fanatik, karena sekalipun anggota sukunya sendiri yang melakukan kesalahan tetapi tetap mereka bela. Pembelaan semacam ini pun dianggap suatu hal untuk menjaga kemuliaan suku mereka.
Perselisihan-perselisihan antar suku inilah yang sering menimbulkan pecahnya peperangan. Selain itu pula, menurut pakar sejarah, peperangan antar suku ini telah lama ada, jauh sebelum tahun menjelang nabi lahir. Karena bagi mereka itulah satu-satunya jalan memecahkan suatu permasalahan.
Apabila kita tinjau secara global, suku-suku arab Ditilik dari silsilah keturunan dan cikal-bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Arab menjadi tiga bagian, yaitu:
Arab Bâ-idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sudah punah dan tidak mungkin sejarahnya bisa dilacak secara rinci dan komplit, seperti 'Ad, Tsamud, Thasm, Judais, ‘Imlaq dan sebagainya.
Arab 'آAribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya'rib bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah. Arab Musta'ribah. yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma'il, yang disebut pula Arab 'Adnaniyah.

C. Kondisi Moralitas
Ketiga aspek diatas dan efek lainnya yang tidak bisa kami temukan menjadi konstruk bagi kehidupan bangsa Arab. Sedangkan efeknya bagi moralitas bangsa Arab yaitu:

a.Meminum Arak
Meminum arak seakan menjadi hal yang wajib dan harus dilakukan oleh setiap orang. Meskipun ada segelintir orang yang tidak meminum arak, kebiasaan ini telah menjadi adat istiadat bangsa arab dalam setiap mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan itu, juga dihadirkan penyanyi dan penari pengumbar maksiat dan berjudi dengan taruhan unta untuk menambah kesenangan mereka. Maka tidak mengherankan bila ayat tentang khamr juga tidak langsung melarang meminum khamr, tapi dengan pendekatan-pendekatn terlebih dahulu.

b.Pelacuran
Paraktek prostitusi macam ini bukanlah hal yang mengherankan bagi bangsa arab pra islam/pra Al-Qur’an. Pelacuran sudah menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat arab, dan bagi hartawan yang memiliki budak, pelacuran malah dijadikan sebagai ajang bisnis. Budak-budak terpilih hartawan tersebut disuruh ubtuk melacur, sedangkan bayarannya diberikan kepada tuannya.
Pelacuran atau perzinahan ini biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau wanita-wanita pelacur itu membuka kios prostitusi yang telah dilegalkan oleh warga setempat. Dan pekerjaan ini tidak menyebabkan turunnya derajat seseorang. Karena hampir setiap kepala bangsa arab pernah melakukannya7.

c.Makan dan Minum
Dalam hal makanan, bangsa arab jahiliyyah bisa disebut sebagai bangsa terkotor di dunia. Karena tidak hanya segala binatang saja yang diperbolehkan untuk dimakan, bahkan bangkai binatang pun dihalalkan mereka. Suatu riwayat mengatakan bahwa orang yang pertama kali membolehkan memakan bangkai binatang adalah Amr bin Luhayyi, seorang tokoh yang mengubah ajaran Ibrahim. Hal ini jugalah yang mengakibatkan kotornya pikiran mereka dalam segala perbuatan mereka. Selain itu mereka sering mendapatkan makanan dari hal yang haram, seperti pencurian atau perampokan.

d.Perjudian
Judi merupakan permainan yang paling digandrungi oleh masyarakat Arab dan menjadi adu gengsi bagi pemuka-pemuka suku. Karena pemenang judi, tidak hanya memakan sendiri hasil judinya (seperti unta), tetapi juga dibagikan kepada orang-orang miskin agar dipandang sebagai orang yang dermawan dan mulia.sedangkan orang yang tidak berjudi atau disebut dengan barm dianggap pelit dan rendah derajatnya.

e.Peperangan
Peperangan merupakan “hobi” yang paling disenangi oleh bangsa arab. Karena seringnya peperangan terjadi di tanah Arab. Dalam buku sejarah dijelaskan bahwa, antara kurun waktu 40-50 tahun sebelum Islam telah terjadi 132 kali peperangan. Baik perang antar suku, klan maupun bani (keluarga). Pemicu peperangan ini lebih banyak karena masalah sepele, seperti perebutan unta, kambing, perempuan, pacuan kuda dll.

f.Kekejaman
Banyak macam kekejian yang dilakukan oleh bangsa arab pada masa pra Islam. Dan kekejaman pada masa itu telah melewati batas perikemanusiaan. Kasar, ganas dan keji tidak hanya dilakukan kepada binatang, seperti memotong hewan hidup-hidu lalu dibakar untuk kemudian disantap. Tetapi juga keganasan itu terjadi kepada sesama manusia. Terutama terhadap kaum hawa yang selalu diinjak-ijak hak-hak mereka, dilecehkan dan bahkan dianggap tidak berguna. Sampai-sampai anak perempuan bagi mereka dianggap sebagai aib keluarga, dan untuk itu mereka sering membuang atau membunuh anak perempuan dari darah daging mereka sendiri.
Pencurian dan perampokan juga mewarnai kehidupan mereka. Faktor ekonomi yang kritis, membuat mereka secara mudah untuk berfikir pintas dan melakukan hal-hal yang kejam. Pencurian ini bukan hanya pencurian barang atau harta benda, melainkan juga pencurian orang. Orang curian itu kemudian dijadikan budak jika lelaki, dan dijadikan gundik atau dijual jika perempuan.
Kalau kita telaah bersama, maka bisa dikatakan bahwa kehidupan di jazirah Arab pra turunnya Al-Qur’an sangatlah hina dan amoral. Banyak hal yang biadab dianggap sebagai hal yang beradab, kekejian dianggap kebajikan dll. Kejahatan yang terjadi di jazirah arab seakan komplek dan mungkin menjadi pusat kejahatan. Meskipun ada pula beberapa hal yang bisa dibanggakan dari bangsa arab, seperti perniagaan dan pertukangan. Namun itu hanya terdapat di Yaman saja. Secara umum, keunggulan bangsa Arab terdapat pada kepintaran dan keindahan syairnya.
Syair merupakan salah satu seni yang paling indah dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Dan bagi para penyair, mereka mendapatkan tempat atau kedudukan khusus di kalangan bangsa Arab. Biasanya, para penyair itu bersyair di pasar-pasar seperti pasar ‘Ukaz dan Majinnah, penyair tersebut dikelilingi oleh khalayak ramai. Dan syair-syair terbaik akan diletakkan di Ka’bah, meskipun syair itu tidak bermoral.
Keadaan moral bangsa ‘Arab ini merupakan sebuah tantangan yang besar bagi Rasulullah dalam penyampaian risalah Tuhan yang ia emban. Karena ia berada dalam lingkungan masyarakat yang multi kejahatan.
D.kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa bangsa Arab pra turunnya Al-Qur’an tidak hanya memiliki cita rasa seni yang tinggi, tapi juga memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi pula. Dimana kejahatan-jahatan seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, praktek ekonomi yang tidak sehat, dan asusila yang bisa ditemukan di hampir setiap sudut daerah bukan merupakan hal yang tidak wajar lagi. Kajahatn ini disebabkan karena kesesatan mereka dalam beragama –dengan menyembah berhala dan keyakinan-keyakinan lain-, permasalahan politik dan juga karena panas dan kerasnya kehidupan alam padang pasir.
Moralitas bangsa Arab yang jauh dari perikemanusiaan ini menjadikannya sebagai masyarakat yang jahiliyyah, karena mereka sangat bodoh dalam akhlak. Sehingga wajar jika ada hadits yang menyatakan bahwa tugas utama Nabi SAW adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak. Kehidupan bangsa Arab seperti ini banyak disinggung dalam Al-Qur’an, dan juga istilah-istilah yang digunakan mereka banyak dipakai dalam istilah-istilah Al-Qur’an.

daftar pustaka
Amal, Taufik Adnan,. 2001, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Yogyakarata: Forum Kajian Budaya dan Agama.
Mustofa,. 1994, Sejarah al-Qur’an, Surabaya: al-Ikhlas.
Chalil, K.H Moenawar,. 2001, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW I, Jakarta: Gema Insani Press.
Syalabi, A, Prof. Dr,. 2003, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru.
Aceh, Abu Bakar,. 1986, Sejarah al-Qur’an, Solo: Ramadhani.
Yatim, Prof. Dr. Badri., 2000, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar